Selasa, 15 November 2011

Hubungan Perusahaan dengan Masyarakat Dalam Perkembangan   Ekonomi Indonesia
 Dalam rangka menata kehidupan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan sekaligus sebagai upaya mensejahterakan masyarakat, keberadaan perusahaan telah memberi sumbangsih yang sangat besar sama besarnya dengan sumbangsih masyarakat terhadap perusahaan. Dengan demikian sifat ketergantungn antara komponen-komponen (perusahaan, masyarakat dan pemerintah) tersebut mutlak diperlukan. Sifat ketergantungan antara perusahaan dengan masyarakat tampak dimana perusahaan dapat hidup, tumbuh dan berkembang apabila memperoleh dukungan dari masyarakat. Masyarakat dalam posisi ini adalah sebagai pengguna maupun sebagai pemasok barang atau bahan baku dan sebagai pendukung bidang ketenagakerjaan yang dibutuhkan perusahaan sekaligus sebagai pemakai hasil produksi barupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
Pada sisi lain, sebagai pelaku ekonomi, keberadaan perusahaan mempuyai arti yang sangat penting dan strategis sekaligus merupakan salah satu sendi utama kehidupan masyarakat dan negara, karena kedudukan dan peranannya sangat besar, yaitu :
a.       Salah satu kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya atau dengan kata lain sebagai sumber pendapatan masyarakat.
b.      Salah satu wadah penyalur tenaga kerja.
c.       Salah satu sumber pendapatan negara, yaitu melalui berbagai pemasukan pemerintah dari sektor pajak. 
Berdasarkan unsur-unsur yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan definisi perusahaan, yaitu setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang ekonomi secara terus-menerus dan terang-terangan dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba yang dibuktikan dengan pembukuan. Dari segi ekonomi, pengertian perusahaan dapat dikategorikan sebagai lembaga yang bertugas memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa ekonomi secara efisien sehingga dapat menghasilkan keuntungan agar bisa meningkatkan kebutuhan ekonomi.
Dalam rangka menata kehidupan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan sekaligus sebagai upaya mensejahterakan masyarakat, keberadaan perusahaan telah memberikan manfaat yang sangat besar, sama besarnya dengan peranan masyarakat itu sendiri terhadap perusahaan. Dengan demikian sifat-sifat ketergantungan antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah tersebut sangatlah besar, sehingga keberadannya masing-masing mutlak diperlukan.
Kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat pada hakekatnya merupakan rangkaian berbagai perbuatan hukum yang luar biasa banyak jenis, ragam, kualitas dan variasinya yang dilakukan antar pribadi, antar perusahaan, antar negara dan antar kelompok dalam berbagai volume dan frekuensi yang tinggi setiap saat diberbagai tempat. Lembaga atau institusi yang bernama perusahaan selalu di dalam masyarakat. Perusahaan hanya dapat hidup, tumbuh dan berkembang apabila memperoleh dukungan dari masyarakat, karena pada dasarnya masyarakatlah yang merupakan pemasok utama kebutuhan perusahaan dan sekaligus sebagai pemakai produk (barang dan jasa) perusahaan. Dengan demikian keberadaan dan kelangsungan kehidupan perusahaan itu sangat tergantung dan ditentukan oleh sikap masyarakat terhadap institusi/lembaga yang bersangkutan. (Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono, SH., 2000: v)
 Berkenaan dengan peningkatan perekonomian nasional, negara dan perusahaan merupakan salah satu mata rantai yang saling mendukung dan mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya. Prof Sri Redjeki Hartono SH dalam bukunya “Kapita Selekta Hukum Ekonomi” mengatakan bahwa, kegiatan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat sangat membutuhkan campur tangan negara, mengingat tujuan dasar kegiatan ekonomi itu sendiri adalah untuk mencapai keuntungan. Sasaran tersebut mendorong terjadinya berbagai penyimpangan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, bahkan pada semua pihak. Oleh karena itu sangat dibutuhkan campur tangan negara terhadap kegiatan ekonomi secara umum dalam rangka hubungan hukum yang terjadi agar tetap dalam batas-batas keseimbangan kepentingan semua pihak (Sri Redjeki Hartono,2000 : 15).
Campur tangan negara dalam hal ini adalah :
a.       Menjaga keseimbangan kepentingan semua pihak di dalam masyarakat.
b.      Melindungi kepentingan produsen dan konsumen.
c.       Melindungi kepentingan negara dan kepentingan umum,terhadap kepentingan perusahaan pribadi.
Disamping itu, satu hal yang sangat penting dalam campur tangan pemerintah tersebut adalah masalah penerapan perilaku birokrasi, dimana di Indonesia terjadi banyak sekali kasus kegagalan birokrasi publik dalam melayani masyarakat, karena birokrasi seperti inilah salah satu penghambat naiknya pertumbuhan ekonomi kita.
Menurut Boedi Setiono, keberadaan birokrasi dalam suatu masyarakat tidak terlepas dari kerangka system pemerintah yang muncul akibat adanya kontrak sosial. Sebaliknya, fenomena eksistensi negara juga tidak akan lepas dari eksistensi birokrasi atau dengan kata lain tidak mungkin ada satu negara tanpa ditopang adanya birokrasi. (Boedi Setiono 2000 : 33)
Oleh karena itu, pemerintah sebagai lembaga yang menyelenggarakan tujuan bersama untuk mencapai kehidupan yang adil, makmur dan sejahtera, perlu melakukan regulasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas serta interaksi antara perusahaan, masyarakat, serta dengan pemerintah sendiri sehingga tercipta kepastian dan jaminan hukum terhadap lancar dan seimbangnya aktivitas dan interaksi tersebut.

Rabu, 06 April 2011

PERTAMINA DAN PERUBAHANNYA
(Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam)

A. Landasan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Minyak dan Gas Bumi

Dunia dengan segala sumber daya alamnya merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Sumber daya alam hayati dan non hayati apabila dimanfaatkan secara terus-menerus tanpa ada pengelolaan yang baik akan berkurang. Seiring dengan laju pertambahan penduduk, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut tersedianya sumber daya alam yang lebih banyak. Pengelolaan Sumber daya alam sebenarnya dapat dilihat dari beberapa sudut pandang dapat dilihat dari sudut pandang agraria, pengelolaan lingkungan dan tata ruang wilayah. Hal ini dimaksudkan agar pemanfaatan potensi sumber daya alam yang ada dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran. rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya, sehingga sumber daya alam senantiasa memiliki peran ganda, yang acapkali dilematik, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource based economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Yang harus dilakukan adalah sistem pengelolaan sumber daya alam yang benar dan baik dengan tujuan untuk mencapai keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi dengan aspek perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai Draft penopang sistem kehidupan secara luas. Adanya keseimbangan tersebut berarti menjamin keberlanjutan pembangunan.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan yuridis yang kuat, yang melatarbelakangi timbulnya sistem manajemen pengelolaan sumber daya alam terutama minyak dan gas bumi. Pasal 33 ayat (3) berbunyi Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dari Pasal 33 ayat (3) tersebut dapat diperoleh batasan konsep bahwa segala sistem pengelolaan sumber daya alam termasuk minyak dan gas bumi pada tujuannya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ada hal penting lagi yang dapat ditinjau dari sisi hukum bahwa dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut merupakan amanah yang harus dijalankan oleh negara. Kewenangan negara yang bersumber pada hak menguasai Sumber Daya Alam oleh negara sebagai negara diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria yaitu
a.             Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan hasil bumi, air dan ruang angkasa tersebut
b.             Menentukan dan mengatur hubungan – hubungan hokum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa
c.              Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hokum antara orangh-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang bangkasa

Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh Negara. Serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional, sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 merupakan pondasi hukum terbentuknya aturan yang lebih  rinci mengenai pengelolaan minyak dan gas bumi sebagai komoditas vital sehingga lahirlah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2002 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Landasan hukum ini merupakan pijakan bagi Pertamina dalam menjalankan fungsinya sebagai penggerak sector migas di Indonesia.

B. Strategi Pengelolaan Bisnis Pertamina Kedepan

PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN PERTAMIN di tahun 1968 namanya berubah menjadi PN PERTAMINA. Dengan bergulirnya Undang Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, dan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 "Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)”,  merubah Pertamina menjadi Persero menjadi suatu entitas bisnis yang mencari laba.  Namun juga menghadapi berbagai tuntutan yaitu menghendaki Pertamina dapat menciptakan keuntungan yang optimal untuk pemerintah. Pertamina masih tetap diminta pemerintah untuk menghasilkan kontribusi deviden terbesar. Pada tahun 2006 Pertamina telah membayar deviden sebesar 11,9 triliun rupiah dari keuntungan sebesar 20 triliun, atau sama artinya dengan deviden yang diibayar oleh 78 BUMN lain. Karena dari 135 BUMN yang ada di Indonesia harus nyetor deviden sebanyak 21 triliun,  sedangkan Pertamina sendiri menyetor 11,9 triliun atau lebih dari 50% deviden bersumber dari Pertamina.
         Tantangan lain yang cukup berat dihadapi Pertamina saat ini adalah persepsi masyarakat yang masih belum menguntungkan. Dari hasil survey tahun lalu yang dilakukan Situs Survey Dharmapena  menyebutkan bahwa :
1.            SPBU Pertamina masih suka curang,
2.            Tidak profesional (amatiran kehandalan rendah),
3.            Sarang Korupsi Kolusi Nepotisme
4.            Kurang bermanfaat karena sumbangan CSR belum memenuhi keinginan masyarakat,
5.            Masih terlalu birokratis
6.            Kegiatan hulu masih dinilai merusak lingkungan.  
         ( sumber : web.Dharmapena.com dikutip dari Pertamina.com)
Keenam item di atas perlu diperhatikan Pertamina sebagai perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company). Kedepan Pertamina mau tidak mau harus bersaing dengan perusahaan asing yang mulai merambah pasar lokal, pembenahan baik itu pelayanan langsung kepada konsumen, pengawasan yang ekstra ketat dari tingkat atas hingga pelayanan di SPBU, dan manajemen yang baik, serta kegiatan hulu yang memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan jangan sampai kegiatan hulu yang dilakukan Pertamina merusak kondisi lingkungan.
         Sebagai penyumbang deviden terbesar bagi Negara atau hampir 50% dari BUMN lainnya, Pertamina harus dapat membangun citra yang lebih baik kedepan dimata masyarakat, yang paling penting menanamkan rasa nasionalisme yang kuat terhadap produk lokal, ini dimaksudkan untuk menimbulkan minat masyarakat terhadap pentingnya segala macam produk yang dikeluarkan oleh pertamina untuk meningkatkan kualitas kehidupan bangsa. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam kunjungannya ke Pertamina pada tanggal 14 Juni 2006, “Pertamina harus do something, create something dan achieve success dan built legacy serta corruption free”. Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudoyono ini benar-benar harus dapat dilakukan oleh Pertamina sebagai bentuk keseriusan membangun perubahan sistem yang lebih baik. 

Rabu, 01 Desember 2010

Pengembangan Pembangunan Wilayah Perbatasan Indonesia Sebagai Upaya Menjaga Integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia

Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.499 buah serta luas wilayah sebesar 1,9 juta km2 selain membawa keuntungan bagi Indonesia, disisi lain membawa ancaman tersendiri bagi Indonesia terutama dalam masalah batas negara, apabila tidak ada pengelolaan yang baik. Wilayah perbatasan negara menjadi penting dikarenakan perbatasan suatu negara merupakan manifestasi utama kedaulatan suatu negara (sovereignty), termasuk penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, serta keamanan dan keutuhan wilayah. Oleh karena itu perlu adanya sistem manajemen pengeloaan wilayah perbatasan yang baik dan professional. Untuk itu akan dibahas langkah-langkah sistem manajemen wilayah perbatasan Indonesia untuk menjaga Integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.Sistem Manajemen Wilayah Perbatasan Dengan Pendekatan Kesejahteraan (Prosperity Approach)
Arus perpindahan manusia, barang, dan informasi yang meningkat telah menjadi implikasi nyata dari fenomena globalisasi sekarang ini. Hal ini menjadikan kawasan perbatasan sebagai sebuah aspek yang sangat strategis bagi sebuah Negara, baik dari sisi sosial, ekonomi, politik, dan hankam. Tentunya hal ini menuntut adanya sebuah sistem pengelolaan kawasan perbatasan yang sangat baik. Luasnya kawasan perbatasan Indonesia seharusnya mencerminkan adanya sebuah kebijakan pengelolaan perbatasan yang efektif  dan sangat baik. Namun kondisi sebenarnya menunjukkan sistem manajemen perbatasan Indonesia selama ini berada dalam tahap yang mengkhawatirkan. Meningkatnya tindak kejahatan di perbatasan seperti penyelundupan kayu, barang, dan obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, terorisme telah mengganggu kedaulatan serta stabilitas keamanan di perbatasan Negara.
 Selama ini kawasan perbatasan hanya dianggap sebagai garis pertahanan terluar, oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam mengelola perbatasan hanya pada pendekatan keamanan (security approach). Padahal di beberapa Negara tetangga, misalnya di Malaysia telah menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan keamanan secara berdampingan pada pengembangan daerah perbatasan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pengaturan tentang pengembangan wilayah perbatasan di Kabupaten/Kota secara hukum berada di bawah tanggung jawab pemerintah daerah tersebut, sedangkan kewenangan pemerintah pusat hanya ada pada pintu-pintu perbatasan yang meliputi aspek kepabeanan, keimigrasian, keamanan, dan pertahanan. Meskipun demikian pemerintah Daerah masih mengalami hambatan dalam mengembangkan kawasan perbatasan dikarenakan kompleksnya permasalahan di daerah perbatasan. Beberapa hambatan tersebut diantaranya adalah pembangunan wilayah yang terpusat, sehingga kawasan perbatasan hanya dianggap sebagai “halaman belakang”, padahal apabila melihat peran dan fungsi wilayah perbatasan yang sangat penting seharusnya dapat dijadikan “halaman terdepan” yang dapat diandalkan baik dari segi pertahanan, maupun kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya.
 Keterbelakangan ini mengakibatkan arus informasi ke wilayah perbatasan menjadi sangat lambat terutama sosialisasi peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan daerah perbatasan. Belum lagi masalah akses jalan yang kurang baik yang mengakibatkan seolah-olah wilayah perbatasan seperti terisolasi dari daerah-daerah lain di Indonesia. Hal ini juga salah satu alasan mengapa masyarakat di wilayah perbatasan lebih sering berinteraksi dengan Negara tetangga, bahkan sebagian dari mereka ada yang menggantungkan hidupnya di Negara tetangga. Bukan tidak mungkin sedikit-demi sedikit rasa nasionalisasi mereka akan hilang atau bahkan luntur sama sekali.
Dari pihak pemerintah sendiri untuk menyikapi hal tersebut mencoba menciptakan ekonomi kerakyatan lewat program perkebunan. Menteri Pertanian Anton Apriantono mengatakan mengenai programnya yaitu   : “Pemerintah akan menggunakan 'tanah yang terlantar' untuk ditanami kelapa sawit di sepanjang perbatasan Kalimantan. "Terdapat sekitas 2 juta hektare lahan seperti itu, dan itu yang akan kami prioritaskan," katanya.. Selama ini program perpindahan penduduk dari Jawa, Madura dan Bali biasanya menuju pulau-pulau besar (Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi) dan berorientasi ke arah pertanian. Lebih baik pola ini dikombinasi dengan perpindahan penduduk ke pulau-pulau kecil terluar Indonesia. Dengan demikian, pemerataan distribusi penduduk Indonesia secara geografis tetap tercapai, bahkan tercapainya tujuan lain seperti pertahanan dan keamanan. Aktivitas penduduknya pun tidak hanya berorientasi pada pertanian saja tetapi juga perikanan. Dengan adanya penduduk di pulau-pulau terluar tersebut maka bukan tidak mungkin akan muncul pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang memberikan dampak terhadap perekonomian nasional.
Hal ini semakin diperkuat oleh pendapat Eddy MT. Sianturi, S.Si. dan Nafsiah, SP Peneliti Puslitbang Strahan Balitbang Dephan yang menyatakan bahwa :
Pembangunan kesejahteraan wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan mempunyai nilai stategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional.

2.Sistem Manajemen Wilayah Perbatasan Dengan Pendekatan Keamanan (Security Approach)
Otoritas pengelolaan keamanan di perbatasan sendiri telah lama diserahkan kepada TNI. Hal ini salah satunya didasarkan pada Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) bahwa wewenang untuk menjaga keamanan di daerah perbatasan adalah salah satu fungsi pokok dari TNI. Masih lemahnya motivasi dan peran pemerintah Pusat dan daerah untuk mengelola daerah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan berimplikasi pada otoritas penuh TNI sebagai pengelola perbatsan Negara. Otoritas penuh  bagi TNI di perbatsan tersebut, tentunya sarat dengan penyimpangan. Sering kali beberapa media masa mengungkap oknum TNI yang terlibat dalam penyelundupan kayu illegal di kawasan perbatasan.
Isu keamanan yang dihadapi Indonesia disebabkan lemahnya pengawasan perbatasan baik di laut, udara maupun daratan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Sedangkan isu-isu yang menonjol adalah pembajakan dan perompakan di laut, imigran gelap penangkapan ikan secara ilegal, dan penyelundupan beredaran obat-obatan terlarang. Namun demikian lemahnya pengawasan terhadap perbatasan apabila ditinjau dari segi militer dikarenakan kapabilitas militer Indonesia yang memang lemah terutama dalam hal sarana dan infrastruktur. Kerjasama keamana regional merupakan pilihan bijak dalam mengatasi masalah ini dikarenakan kemampuan terbatas yang dimiliki Indonesia saat ini.
Sejak United Nations Convention on the Law of The Sea 1982 (UNCLOS 1982) ditetapkan sebagai pengaturan hukum laut internasional, yang mana dalam konvensi tersebut, konsep kewilayahan Indonesia yang mengatur tentang Negara kepulauan, mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Berkenaan dengan itu, Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan atas UNCLOS. Dengan dasar itu pula, Indonesia sebagai Negara kepulauan berhak untuk menetapkan batas-batas terluar dari berbagai zona maritim.
                        Menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS dan sebagai pengganti Undang-undang Nomor 4 PRP. 1960, Pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Undang-undang ini dibuat dengan maksud untuk mempertegas batas-batas terluar (outer limit) kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia di laut dan memberikan dasar yuridis dalam penetapan garis batas dengan negara-negara tetangga.
                        Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan juga bisa membantu melindungi dan mempertahankan wilayah Negara. Undang-undang ini dalam Pasal 18 memberikan kewenangan kepada daerah (yang memiliki wilayah laut) untuk mengelola wilayah laut (sumber daya) . kewenangan tersebut meliputi :
a. Explorasi, exploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut
b.Pengaturan administratif
c.Pengaturan tata ruang
d.Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah
e.Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan
f.Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Termasuk di dalamnya, jarak wilayah laut, teknis pengelolaan antar daerah dan kewenangan daerah untuk mengelola pulau-pulau di wilayahnya serta kepastian dalam pengelolaan sumberdaya alam yang ada.
Selain itu, sebagai upaya preventif agar kasus Sipadan-Ligitan tidak terulang lagi, maka Pemerintah Indonesia perlu untuk memberi perhatian kepada pulau-pulau yang menjadi titik terluar perbatasan negara. Bentuk perhatian itu bisa diwujudkan dengan melakukan pembangunan, pengelolaan dan pengembangan kawasan tersebut. Karena selama ini keadaan pulau-pulau tersebut tidak terjangkau oleh pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, keadaan itu bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain yang berupaya untuk menguasai pulau tersebut. Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar perlu dilakukan dengan tujuan (Kartiko Purnomo, 2006;3) :
1.Menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan
2.Memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan
3.Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Serta tidak lupa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan pulau perbatasan yang sudah berpenghuni, sehingga secara sosial psikologis ada bukti kepemilikan nyata dari Pemerintahan Indonesia.
Pengawasan terhadap kawasan perbatasan juga perlu ditingkatkan, agar situasi dan kondisi kawasan perbatasan dapat selalu diketahui yang berguna untuk menentukan kebijakan atau langkah-langkah selanjutnya yang perlu diambil terhadap kawasan perbatasan tersebut.     

Rabu, 24 November 2010

NIKAH BEDA AGAMA DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM ????....

A. Nikah Beda Agama Menurut Pandanagan Islam

            Di dalam Agama Islam terdapat beberapa masalah-masalah yang telah sah keberadaan hukumnya. Dalil-dalil yang berkenaan dengan hukumnya pun qath’I atau pasti. Sehingga para ulama atau mujtahid telah sepakat mengenai  status hukumnya dan tidak perlu lagi perdebatan perbedaan penafsiran di dalamnya, seperti hukum zina, mabuk, judi, menikahi saudara sendiri. Masalah-masalah seperti ini sudah jelas agama Islam mengharamkan perbuatan tersebut.
            Selain masalah-masalah yang tidak ada perdebatan mengenai status hukumnya, di dalam Islam juga terdapat masalah-masalah yang belum mendapat kesepakatan. Para ulama masih berbeda pendapat karena di dalam Al-Quran dan Hadist tidak ada keterangan yang cukup jelas tentang status hukumnya. Masalah-masalah yang diperselisihkan dalam hukum Islam disebut masalah Khilafiyah.
            Pernikahan beda agama merupakan masalah Khilafiyah dalam Agama Islam. Para ulama masih mempersoalkan kebolehan nikah beda agama. Apakah nikah beda agama dihalalkan menurut syariat Islam atau diharamkan ? Hal ini timbul karena dalil-dalil agama Islam yang menjelaskan pernikahan beda agama masih memerlukan pemahaman yang lebih mendalam.

1. Pandangan yang tidak membolehkan

            Beberapa ulama sepakat pernikahan beda agama terlarang. Keterangan dalam Surat Al-Baqarah ayat 221 menjadi landasan utama para mujtahid perihal terlarangnya pernikahan beda agama.

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya  wanita budak yang mu’min lebih baik dari pada wanita musyrik, walaupun dia menarik hati. Dan janganlah kamu menikahi orang-orang musyrik dengan wanita-wanita mu’min, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak mu’min lebih baik dari pada orang musyrik, walaupun dia menarik hati. Allah menerangkan ayat-ayat kepadamu supaya kamu mengambil pelajaran “

            Dalam Surat Al-Baqarah ayat 221 ini merupakan dalil-dalil yang jelas melarang orang islam, baik laki-laki maupun perempuan untuk menikah beda Non Islam, sebelum mereka masuk Islam. Selain dalam surat Al-Baqarah ayat 221, kejalasannya juga terdapat dalam surat Al-Mumtahanah ayat 10 yang berbunyi
“… Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir dan hendaklah kamu meminta mahar yang telah kau berikan dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah ketetapan-Nya diantara kamu, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”
            Dalam perintah surat ini, Allah memerintahkan untuk memutuskan hubungan perkawinan yang telah terjadi dengan orang non Islam. Adapun bagi mereka yang belum melangsungkan perkawinan dilarang melangsungkan perkawinan dengan oramg-orang musyrik. Disebutkan bahwa perkawinan yang telah terlanjur berlangsung dibatasi hanya sampai tahun ke 6 hijriah.

2. Pandangan yang membolehkan
  
            Sudah dijelaskan sebelumnya, persoalan nikah beda agama menjadi sebuah masalah khilafiyah (kontroversi) di kalangan umat Islam. Alasan para ulama yang membolehkan nikah beda agama, karena nikah beda agama secara doktrinal tidak dilarang oleh Allah SWT. Keterangan dalam surat Al-Maidah ayat 5 merupakan landasan yang menjelaskan kehalalan nikah beda agama.

   “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik dan makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal baginya. Dan dihalalkan bagimu mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatannya diantara kamu dan wanita-wanita yang menjaga kehormatannya diantara orang-orang yang diberi al-kitab sebelum kamu. Bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud mengawininya dan tidak bermaksud menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman tidak menerima hukum Islam, maka hapuslah amalannya, dan di akhirat dia termasuk orang yang merugi”
            Bahkan sebagai fakta sosial perkawinan beda agama sudah ada sejak zaman nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw pun pernah menikah dengan perempuan non Islam, begitu pula banyak para sahabat nabi dan tabi’in yang melakukan hal serupa. Nabi Muhammad saw pernah menikah dengan wanita keturunan Yahudi dari suku Quraidlah dan Musthalik, dan seorang wanita dari Gubernur di Mesir bernama Maria Al- Qibtiyah.

B. Nikah Beda Agama Menurut UU Perkawinan No.1 th 1974

            Dalam negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang berdasarkan Pancasila, dimana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan dianggap mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, sehingga perkawinan bukan saja mengandung unsur luhur tetapi juga terdapat unsur batin.
            Dalam pasal 1 UU Perkawinan ditetapkan rumusan pengertian perkawinan. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
            Selanjutnya dalam pasal 2 (ayat 1) ditetapkan bahwa
            Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
                Dari ketentuan pasal di atas dapat disimpulkan baha tidak ada perkawinan yang dilakukan di luar hukum agama dan kepercayaannya, sebab untuk menentukan sah atau tidaknya perkawinan berdasarkan pada hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Lantas bagaimana apabila kedua calon suami isteri menganut agama yang berbeda dan tetap mempertahankan agamanya masing-masing ?
            Dengan tidak adanya ketentuan tentang perkawinan beda agama di dalam UU Perkawinan, maka sangat sulit untuk melakukan perkawinan beda agama di Indonesia karena tidak diatur dan lembaga-lembaga yang mengurusi administrasi perkawinan pun dibedakan, untuk perkawinan agama Islam lembaga yang bertugas melakukan pencatatan adalah Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk yang ada di KUA, sedang untuk perkawinan non Islam dicatat oleh Lembaga Catatan Sipil (LCS). Orang Islam yang ingin menikah tudak dapat dicatat oleh LCS begitu pun sebaliknya orang non Islam yang ingin menikah juga tidak dapat dicatat oleh Lembaga PNRT. Dan sesuai dengan Keputusan Presiden No. 12 tahun 1983 tentang penataan dan peningkatan pembinaan penyelenggaraan catatan sipil, telah meniadakan tugas penyelenggaraan perkawinan yang merupakan kewenangan Kantor Catatan Sipil.9  Jadi semakin menipiskan peluang untuk melakukan perkawinan beda agama, karena secara hukum tidak ada lembaga yang dapat mencatat perkawinan mereka.
            Tetapi kita juga tidak dapat menghindari masalah tersebut karena negara kita sangat sangat majemuk dan terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama ,dan budaya. Pada perkawinan beda agama semua dapat teratasi apabila ada salah satu dari calon suami isteri yang mengalah untuk mengikuti agama suami atau isteri. Dengan cara begitu perkawinan akan melibatkan 1 agama saja, sehingga memudahkan untuk melangsungkan perkawinan. Atau dengan cara salah satu pihak menundukkan diri pada hukum agama suami atau isteri, tetapi cara ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena dianggap hanya tunduk pada saat acara perkawinan saja, setelah itu mereka kembali ke agama masing-masing. Ini sama saja dengan melecehkan agama, karena hanya bersifat sementara. 

Selasa, 23 November 2010

HAK MENGUASAI TANAH ATAS NEGARA DENGAN KEBERADAAN TANAH ADAT (HAK ULAYAT)

Di era Roformasi seperti sekarang ini semakin besar keinginan masyarakat atas pengelolaan hak adat akan tanah ulayat. Timbulnya hal atau keinginan untuk kembali pada pengakuan hak ulayat yang selama ini dikesampingkan. Hal ini berakar pada masalah pengakuan negara atas tanah adat yang dikategorikan sebagai tanah negara. Semua kewenangan negara yang bersumber pada hak menguasai Sumber Daya Alam oleh negara sebagai negara diatur dalam pasal 2 UUPA, melainkan hanya meneliti salah satu wewenang negara yang bersumber pada hak menguasai Sumber Daya Alam oleh negara tersebut, yaitu wewenang untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan tanah.
Wewengan negara untuk mengatur hubungan hukum antara orang-orang termasuk masyarakat hukum adat dengan tanah terkait erat dengan hubungan hukum antara negara dengan tanah. Hal ini disebabkan karena, hubungan hukum antara negara dengan tanah sangat mempengaruhi dan menentukan isi perundang-undangan yang mengatur tentang hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah dan masyarakat hukum adat dengan tanah ulayatnya serta pengakuan dan perlindungan hak-hak yang timbul dari hubungan-hubungan hukum tersebut, hukum yang mengatur pengakuan dan perlindungan tersebut sangat diperlukan untuk menjamin kepastian hukum kepada masyarakat agar hak-hak atas tanah diperlukan untuk memberi jaminan kepastian hukum kepada masyarakat agar hak-hak atas tanahnya tidak dilanggar oleh siapapun. Oleh karena itu sangat tidak tepat jika melihat hubungan negara atas tanah terlepas dengan hubungan antara perorangan dengan tanahnya. Ketiga hubungan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dan merupakan hubungan yang bersifat “Tritunggal”.
Hubungan hukum antara negara dengan tanah melahirkan hak menguasai negara atas tanah. Hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah ulayatnya melahirkan hak ulayat, dengan hubungan antara perorangan dengan tanah melahirkan hak-hak perorangan atas tanah.
Idealnya hubungan ketiga hal tersebut (hak menguasai tanah atas negara, hak ulayat, dan hak perorangan atas tanah) terjalin secara harmonis dan seimbang. Artinya ketiga hak itu sama kedudukan dan kekuatannya, dan tidak saling merugikan. Namun peraturan perundang-undangan di Indonesia, memberikan kekuasaan yang besar dan tidak jelas batasan-batasannya kepada negara untuk menguasai semua tanah yang ada di wilayah Indonesia. Akibatnya, terjadi dominasi hak menguasai tanah oleh negara terhadap hak ulayat dan hak perorangan atas tanah, sehingga memberi peluang kepada negara untuk bertindak sewenang-wenang dan berpotensi melanggar hak ulayat dan hak perorangan atas tanah. Sebagai contoh, berdasarkan Undang-undang Nomor11 tahun 1967 tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan”dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang “Kehutanan”, dalam pemberian Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Kuasa Tambang (KP) yang diberikan atas tanah ulayat, menyebabkan hilangnya sebagian tanah-tanah ulayat masyarakat hukum adat.     
            Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sudah dijelaskan tentang batasan konsep Hak Menguasai Negara, yang dikaitkan dengan Hak Menguasai Tanah. Pasal 33 ayat (3) merupakan landasan yuridis yang kuat, yang melatarbelakangi timbulnya Hak Menguasai Tanah Oleh Negara. Pasal 33 ayat (3) berbunyi Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kata-kata dikuasai Negara yang terdapat dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tidak ditafsirkan secara khusus dalam penjelasannya, sehingga memungkinkan untuk dilakukan penafsiran akan makna dan cakupan pengertiannya. Untuk memahami pengertian dikuasai oleh negara, maka terlebih dahulu dilakukan penafsiran secara etimologis. Dikuasai oleh negara mempunyai kesamaan arti Negara menguasai. Pengertian kata “menguasai” ialah berkuasa atas (sesuatu), memegang kekuasaan atas (sesuatu), sedangkan pengertian kata “penguasaan” berati sebuah proses, cara, perbuatan menguasai atau mengusahakan. Dengan demikian pengertian kata penguasaan lebih luas dari kata menguasai. Hak Menguasai Negara merupakan konsep yang didasarkan pada organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat. Hak Menguasai Negara selain berisi wewenang untuk mengatur, mengurus, mengawasi pengelolaan atau pengusahan bahan galian juga berisi kewajiban untuk mempergunakannya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan tujuan dari pengelolaan sumber daya alam nasional. Tujuan ini dipandang sebagai yang tidak dapat diabaikan, sebab selain merupakan sebuah amanat konstitusi, juga merupakan dambaan oleh setiap warga negara dan merupakan tanggung jawab Negara sebagai konsekuensi dari Hak Menguasai Negara (HMN). Dari berbagai rumusan pengertian mengenai Hak Menguasai Negara, semuanya memberikan indikasi bahwa Hak Menguasai Negara atas sumber daya alam, tidak berati “negara sebagai pemilik”.
            Setelah menyimak Konsep Hak Menguasai Negara berdasarkan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, maka penguasaaan tanah oleh negara juga merupakan salah satu bagian dari penguasaan Sumber Daya Alam, yang apabila dalam proses pengelolaan dan pemanfaatannya tidak memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia, berati sudah melanggar nilai-nilai yang di amanatkan oleh  Undang-Undang Dasar  Pasal 33 ayat (3) tersebut.