Rabu, 01 Desember 2010

Pengembangan Pembangunan Wilayah Perbatasan Indonesia Sebagai Upaya Menjaga Integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia

Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.499 buah serta luas wilayah sebesar 1,9 juta km2 selain membawa keuntungan bagi Indonesia, disisi lain membawa ancaman tersendiri bagi Indonesia terutama dalam masalah batas negara, apabila tidak ada pengelolaan yang baik. Wilayah perbatasan negara menjadi penting dikarenakan perbatasan suatu negara merupakan manifestasi utama kedaulatan suatu negara (sovereignty), termasuk penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, serta keamanan dan keutuhan wilayah. Oleh karena itu perlu adanya sistem manajemen pengeloaan wilayah perbatasan yang baik dan professional. Untuk itu akan dibahas langkah-langkah sistem manajemen wilayah perbatasan Indonesia untuk menjaga Integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.Sistem Manajemen Wilayah Perbatasan Dengan Pendekatan Kesejahteraan (Prosperity Approach)
Arus perpindahan manusia, barang, dan informasi yang meningkat telah menjadi implikasi nyata dari fenomena globalisasi sekarang ini. Hal ini menjadikan kawasan perbatasan sebagai sebuah aspek yang sangat strategis bagi sebuah Negara, baik dari sisi sosial, ekonomi, politik, dan hankam. Tentunya hal ini menuntut adanya sebuah sistem pengelolaan kawasan perbatasan yang sangat baik. Luasnya kawasan perbatasan Indonesia seharusnya mencerminkan adanya sebuah kebijakan pengelolaan perbatasan yang efektif  dan sangat baik. Namun kondisi sebenarnya menunjukkan sistem manajemen perbatasan Indonesia selama ini berada dalam tahap yang mengkhawatirkan. Meningkatnya tindak kejahatan di perbatasan seperti penyelundupan kayu, barang, dan obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, terorisme telah mengganggu kedaulatan serta stabilitas keamanan di perbatasan Negara.
 Selama ini kawasan perbatasan hanya dianggap sebagai garis pertahanan terluar, oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam mengelola perbatasan hanya pada pendekatan keamanan (security approach). Padahal di beberapa Negara tetangga, misalnya di Malaysia telah menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan keamanan secara berdampingan pada pengembangan daerah perbatasan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pengaturan tentang pengembangan wilayah perbatasan di Kabupaten/Kota secara hukum berada di bawah tanggung jawab pemerintah daerah tersebut, sedangkan kewenangan pemerintah pusat hanya ada pada pintu-pintu perbatasan yang meliputi aspek kepabeanan, keimigrasian, keamanan, dan pertahanan. Meskipun demikian pemerintah Daerah masih mengalami hambatan dalam mengembangkan kawasan perbatasan dikarenakan kompleksnya permasalahan di daerah perbatasan. Beberapa hambatan tersebut diantaranya adalah pembangunan wilayah yang terpusat, sehingga kawasan perbatasan hanya dianggap sebagai “halaman belakang”, padahal apabila melihat peran dan fungsi wilayah perbatasan yang sangat penting seharusnya dapat dijadikan “halaman terdepan” yang dapat diandalkan baik dari segi pertahanan, maupun kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya.
 Keterbelakangan ini mengakibatkan arus informasi ke wilayah perbatasan menjadi sangat lambat terutama sosialisasi peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan daerah perbatasan. Belum lagi masalah akses jalan yang kurang baik yang mengakibatkan seolah-olah wilayah perbatasan seperti terisolasi dari daerah-daerah lain di Indonesia. Hal ini juga salah satu alasan mengapa masyarakat di wilayah perbatasan lebih sering berinteraksi dengan Negara tetangga, bahkan sebagian dari mereka ada yang menggantungkan hidupnya di Negara tetangga. Bukan tidak mungkin sedikit-demi sedikit rasa nasionalisasi mereka akan hilang atau bahkan luntur sama sekali.
Dari pihak pemerintah sendiri untuk menyikapi hal tersebut mencoba menciptakan ekonomi kerakyatan lewat program perkebunan. Menteri Pertanian Anton Apriantono mengatakan mengenai programnya yaitu   : “Pemerintah akan menggunakan 'tanah yang terlantar' untuk ditanami kelapa sawit di sepanjang perbatasan Kalimantan. "Terdapat sekitas 2 juta hektare lahan seperti itu, dan itu yang akan kami prioritaskan," katanya.. Selama ini program perpindahan penduduk dari Jawa, Madura dan Bali biasanya menuju pulau-pulau besar (Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi) dan berorientasi ke arah pertanian. Lebih baik pola ini dikombinasi dengan perpindahan penduduk ke pulau-pulau kecil terluar Indonesia. Dengan demikian, pemerataan distribusi penduduk Indonesia secara geografis tetap tercapai, bahkan tercapainya tujuan lain seperti pertahanan dan keamanan. Aktivitas penduduknya pun tidak hanya berorientasi pada pertanian saja tetapi juga perikanan. Dengan adanya penduduk di pulau-pulau terluar tersebut maka bukan tidak mungkin akan muncul pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang memberikan dampak terhadap perekonomian nasional.
Hal ini semakin diperkuat oleh pendapat Eddy MT. Sianturi, S.Si. dan Nafsiah, SP Peneliti Puslitbang Strahan Balitbang Dephan yang menyatakan bahwa :
Pembangunan kesejahteraan wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan mempunyai nilai stategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional.

2.Sistem Manajemen Wilayah Perbatasan Dengan Pendekatan Keamanan (Security Approach)
Otoritas pengelolaan keamanan di perbatasan sendiri telah lama diserahkan kepada TNI. Hal ini salah satunya didasarkan pada Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) bahwa wewenang untuk menjaga keamanan di daerah perbatasan adalah salah satu fungsi pokok dari TNI. Masih lemahnya motivasi dan peran pemerintah Pusat dan daerah untuk mengelola daerah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan berimplikasi pada otoritas penuh TNI sebagai pengelola perbatsan Negara. Otoritas penuh  bagi TNI di perbatsan tersebut, tentunya sarat dengan penyimpangan. Sering kali beberapa media masa mengungkap oknum TNI yang terlibat dalam penyelundupan kayu illegal di kawasan perbatasan.
Isu keamanan yang dihadapi Indonesia disebabkan lemahnya pengawasan perbatasan baik di laut, udara maupun daratan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Sedangkan isu-isu yang menonjol adalah pembajakan dan perompakan di laut, imigran gelap penangkapan ikan secara ilegal, dan penyelundupan beredaran obat-obatan terlarang. Namun demikian lemahnya pengawasan terhadap perbatasan apabila ditinjau dari segi militer dikarenakan kapabilitas militer Indonesia yang memang lemah terutama dalam hal sarana dan infrastruktur. Kerjasama keamana regional merupakan pilihan bijak dalam mengatasi masalah ini dikarenakan kemampuan terbatas yang dimiliki Indonesia saat ini.
Sejak United Nations Convention on the Law of The Sea 1982 (UNCLOS 1982) ditetapkan sebagai pengaturan hukum laut internasional, yang mana dalam konvensi tersebut, konsep kewilayahan Indonesia yang mengatur tentang Negara kepulauan, mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Berkenaan dengan itu, Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan atas UNCLOS. Dengan dasar itu pula, Indonesia sebagai Negara kepulauan berhak untuk menetapkan batas-batas terluar dari berbagai zona maritim.
                        Menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS dan sebagai pengganti Undang-undang Nomor 4 PRP. 1960, Pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Undang-undang ini dibuat dengan maksud untuk mempertegas batas-batas terluar (outer limit) kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia di laut dan memberikan dasar yuridis dalam penetapan garis batas dengan negara-negara tetangga.
                        Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan juga bisa membantu melindungi dan mempertahankan wilayah Negara. Undang-undang ini dalam Pasal 18 memberikan kewenangan kepada daerah (yang memiliki wilayah laut) untuk mengelola wilayah laut (sumber daya) . kewenangan tersebut meliputi :
a. Explorasi, exploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut
b.Pengaturan administratif
c.Pengaturan tata ruang
d.Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah
e.Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan
f.Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Termasuk di dalamnya, jarak wilayah laut, teknis pengelolaan antar daerah dan kewenangan daerah untuk mengelola pulau-pulau di wilayahnya serta kepastian dalam pengelolaan sumberdaya alam yang ada.
Selain itu, sebagai upaya preventif agar kasus Sipadan-Ligitan tidak terulang lagi, maka Pemerintah Indonesia perlu untuk memberi perhatian kepada pulau-pulau yang menjadi titik terluar perbatasan negara. Bentuk perhatian itu bisa diwujudkan dengan melakukan pembangunan, pengelolaan dan pengembangan kawasan tersebut. Karena selama ini keadaan pulau-pulau tersebut tidak terjangkau oleh pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, keadaan itu bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain yang berupaya untuk menguasai pulau tersebut. Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar perlu dilakukan dengan tujuan (Kartiko Purnomo, 2006;3) :
1.Menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan
2.Memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan
3.Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Serta tidak lupa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan pulau perbatasan yang sudah berpenghuni, sehingga secara sosial psikologis ada bukti kepemilikan nyata dari Pemerintahan Indonesia.
Pengawasan terhadap kawasan perbatasan juga perlu ditingkatkan, agar situasi dan kondisi kawasan perbatasan dapat selalu diketahui yang berguna untuk menentukan kebijakan atau langkah-langkah selanjutnya yang perlu diambil terhadap kawasan perbatasan tersebut.